Sleman – Kabupaten Sleman telah usai menggelar pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Dalam kontestasi tersebut pasangan Harda – Danang berhasil unggul dari petahana Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo yang berpasangan dengan Sukamto.
Pemimpin Baru, Sleman baru dengan harapan baru untuk Sleman lebih baik tentunya yang diharapkan masyarakat Sleman pada umumnya.
Namun sayang ditengah – tengah pesta kemenangan Harda-Danang, di masa kepemimpinan Kustini Sri Purnomo masih menyisakan beberapa persoalan yang hingga kini masih membuat gaduh di Kabupaten Sleman.
Mulai dari kasus dugaan kepemilikan kafe bawah langit yang diduga melibatkan sang putra mahkota hingga Kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman Tahun 2023 yang juga diduga ada hubungannya dengan sang putra mahkota Bupati Sleman yang hingga sekarang masih abu – abu.
Ketua DPRD kabupaten Sleman Gustan Ganda berpendapat, sejauh ini aparat penegak hukum masih belum maksimal dalam penanganan kasus ini, terbukti dengan lambannya penanganan.
“Semoga Penegak Hukum mampu menjalankan dengan tepat dan cepat,” katanya singkat saat dikonfirmasi HarianRakjat.com beberapa waktu yang lalu, Kamis (05/12/2024).
Gustan berharap agar penegak hukum (Kejari Sleman) segera menyelesaikan persoalan tersebut sesuai dengan fakta yang ada dan tegas dalam melakukan penindakan siapapun itu tersangkanya.
“Lakukan proses berdasarkan fakta lapangan untuk menegakkan hukum,” ujarnya.
Sementara itu mewakili masyarakat Sleman Dani Eko Wiyono menegaskan, selama ini masyarakat Sleman sudah jengah dengan kegaduhan ini (dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman).
“Masyarakat Sleman ini sudah jengah kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman yang sudah lama bergulir namun belum juga ada penegasan penindakan hukum. Ini ada apa,” tutur Dani Eko Wiyono salah satu aktivis pergerakan yang juga warga Sleman ini kepada Harian rakjat.com, Sabtu (07/12/2024).
Dani menyebut aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Sleman (Kejari) lamban dan terkesan tarik ulur dalam menangani kasus tersebut.
“Hasil dari pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait Kerugian negara akibat kasus tersebut sudah diserahkan ke Kejari, lantas harus tunggu apa lagi,” tandasnya.
Terkait adanya dugaan keterlibatan putra mahkota Bupati Sleman dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman, diantara 200 saksi lebih yang di panggil sebagai saksi, salah satunya sang putra mahkota Bupati Sleman waktu itu juga sempat diperiksa sebagai saksi oleh Kejari Sleman.
Seperti diketahui hibah ini sebagai upaya bantuan kepada sejumlah pelaku wisata yang terdampak pandemi Covid-19, khususnya di sektor pariwisata. Hibah tersebut memiliki nilai pagu sebesar Rp 68,5 miliar. Dari nilai pagu itu, yang ditransfer dari Kemenparekraf ke Pemkab Sleman sebesar Rp 49,7 miliar.
Seperti Berdasarkan SK Bupati Sleman Nomor 84.10/Kep.KDH/A/2020 tentang petunjuk pelaksanaan hibah pariwisata Kabupaten Sleman.
Destinasi wisata dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang menerima dana hibah pariwisata jumlahnya lebih dari 100 kelompok. Setiap kelompok, nilai bantuan hibah pariwisata bervariasi mulai dari Rp 55 juta hingga Rp 125 juta.
Tak cukup disitu, dana dugaan korupsi hibah pariwisata ini juga diduga mengalir ke salah satu saksi calon legislatif (caleg) dari PAN waktu itu. Sedangkan Kustini diketahui juga merupakan kader PAN dan dua orang terdekatnya juga merupakan anggota legislatif dari PAN yang salah satunya sang putra mahkota.
Sebelumnya, sudah diperiksa puluhan saksi baik dari Pokdarwis, Dinas Pariwisata dan perangkat desa. Dari sekian banyak saksi, terdapat 3 saksi kunci, dimana ketiga orang ini merupakan orang-orang terdekat “Raja Kecil” (sang putra mahkota)Sleman.
Seperti diketahui, ketiga saksi ini tercatat sebagai koordinator yang menentukan penerimaan bantuan hibah. Meski bukan termasuk ASN, namun ketiganya ini memiliki kuasa dari penguasa Sleman untuk mengintervensi Dinas Pariwisata.
Modus operandinya adalah pasca dana hibah dicairkan, diduga ada oknum yang dengan sengaja mendatangi kelompok wisata untuk meminta jatah fee. Bahkan, diduga sang oknum tersebut menyebut nominal persentasi dari total hibah yang diterima kelompok tersebut. Sang oknum mengaku diutus oleh oknum pejabat berpengaruh di lingkungan Pemkab Sleman. Alasannya, karena ikut membantu mendapatkan dana hibah tersebut.
Akibat dari kasus tersebut mengakibatkan Kerugian negara kurang lebih sebesar 10 miliar lebih (data terbaru belum dirilis oleh Kejari Sleman)
“Sampai saat ini masih teka – teki siapa Dalang di balik kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman ini belum juga terungkap. Mau sampai kapan kasus ini akan diungkap. Ini menandakan lemahnya penegakan hukum kita,” ujar Dani.
Sementara itu terkait kafe bawah langit,
Kafe yang berada di lingkungan RT 01 / RW 01 , Desa Gantalan Kelurahan Minomartani , Kapenewon Ngaglik , Kabupaten Sleman Yogyakarta ini berjarak radius 500 meter dari pemukiman warga diresmikan buka pada bulan Desember 2021, 3 tahun yang lalu.
Berdasarkan hasil penelusuran, menemukan bahwa kepemilikan Kafe Bawah Langit ini merupakan milik dari sang putra mahkota, Putra Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo bersama Trisuaka dan Bento Grup.
Kafe Bawah Langit ini bisa berdiri megah dan beroperasi diatas Tanah Khas Desa (TKD). Keberadaan Kafe Bawah Langit diatas TKD Gantalan ini sudah jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan dan kenapa bisa Kafe ini bisa sampe beroperasi.
Sesuai Pasal 25 dan 32 Permendagri No. 1 Tahun 2016 yang melarang pemindahtanganan tanah kas desa selain melalui penyertaan modal badan usaha milik desa (BUMDes) dan tukar menukar untuk kepentingan umum.
Saat ini kafe tersebut memang sudah disegel (20 Maret 2023) dan tidak diperbolehkan untuk beroperasi lagi, namun lagi – lagi nama putra mahkota hilang dan persoalan kafe bawah langit tersebut seolah hanya jalan ditempat tanpa ada tindak lanjutnya.
Siapa pemilik sebenarnya, apa peran putra mahkota, apa jeratan hukumnya, itupun belum jelas, hanya sebatas penyegelan oleh satpol PP DIY. Penutupan kafe tersebut lantaran tidak mengantongi izin, sesuai dengan Pasal 54 Perda No 2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dan Perlindungan Masyarakat setiap usaha harus ada ijinnya terlebih dahulu.
Karena banyak bukti kejanggalan yang diterima akan keberadaan Kafe Bawah Langit, warga berharap agar keberadaan Kafe Bawah Langit ini dialih fungsikan sesuai dengan Undang Undang yang berlaku , dimana TKD itu tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial bukan kepentingan/keuntungan pribadi ataupun golongan .(Red)