Selasa, 24 Jun 2025
Hukum dan KriminalPeristiwa

Gelar Jumpa Pers, Kuasa Hukum Ponpes Ora Aji: Tidak Ada Penganiayaan, Hanya Spontanitas Antara Santri Dengan Santri

oppo_2

Sleman (HR) – Yayasan pondok pesantren Ora Aji, melalui kuasa hukumnya Adi Susanto membantah adanya dugaan Penganiayaan yang dilakukan oleh 13 orang santrinya yang terjadi pada tanggal 15 Februari 2025 lalu.

Peristiwa tersebut dipicu lantaran korban (DM) dituding telah melakukan pencurian hasil penjualan air galon yang dikelola ponpes total senilai Rp700.000,-.

Hal tersebut diungkapkan ketua yayasan ponpes Ora Aji Dwi Yuda Dani saat menggelar jumpa pers dengan awak media di ponpes Ora Aji, Sabtu (31/05/2025) siang tadi.

“Saya selaku ketua yayasan ponpes Ora Aji yang diberikan tanggung jawab penuh untuk mengelola ponpes ora aji. Mengenai berita yang sudah tersebar di media masa, kami dari pihak yayasan sudah menempuh langkah-langkah komunikasi, persuasif terkait dengan perkara yang sudah tersebar di media. Dari pihak yayasan juga sudah melakukan mediasi dengan pihak korban untuk mengambil langkah dan solusi-solusi terbaik dari perkara ini,” ungkapnya.

Sementara itu Adi Susanto selaku kuasa hukum yayasan ponpes Ora Aji dan sekaligus kuasa hukum seluruh santri yang dilaporkan menekankan bahwa peristiwa tersebut bukan karena penganiayaan, tetapi lebih ke persoalan antar santri.

“Yang perlu kita tekankan adalah sebagaimana yang telah tersebar di media selama ini, kita pastikan atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri yang tidak ada koordinasi apapun,” tandasnya.

Peristiwa tersebut terjadi, ini diawali dengan adanya satu peristiwa bahwa di ponpes Ora Aji itu seringkali terjadi aksi vandalisme, kemudian terjadi pencurian-pencurian dibeberapa kamar santri, yang selama ini memang tidak pernah diketahui siapa pelakunya. 

“Sampai suatu hari diketemukan melalui peristiwa penjualan air galon usaha dari ponpes yang dilakukan oleh DM (korban). Dari peristiwa itu, santri yang melihat itu kemudian bertanya siapa yang memerintahkan untuk berjualan, karena di pondok itu tidak ada yang semrawut bahwa si A tidak diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh yayasan,” paparnya.

Singkat cerita, lanjut Adi, bahwa DM sudah melakukan penjualan tanpa sepengetahuan yayasan selama kurang lebih 6 hari lamanya, sudah seminggu melakukan hal itu. Atas kejadian tersebut, kemudian langsung tersebar peristiwanya, sampai akhirnya ditanyakan secara persuasif dan tidak ada pemaksaan seperti yang disebutkan di media.

“Apakah peristiwa yang terjadi di pondok itu dilakukan oleh dia (DM). Nah yang bersangkutan mengetahui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Aksi spontanitas itu muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja, ini santri kok nyolong, kira-kira begitu,” lanjutnya 

Lebih lanjut Adi menjelaskan, yang terjadi adalah layaknya santri saja. Namun demikian framing yang terjadi diluar seolah-olah menggilapkan penyiksaan yang luar biasa, itu tidak pernah terjadi.

“Kemudian, perlu diketahui bahwa ponpes Ora Aji itu menampung santri yang latar belakangnya itu beragam dari yang preman, korban broken home, korban judi online (judol), termasuk salah satunya korban ini, (DM) masuk ke ponpes Ora Aji karena permintaan dari keluarganya agar dia sembuh dari ketergantungan judol. Maka diterimalah DM ini karena kami sedang gencar-gencarnya bersemangat untuk kampanye soal judol itu,” jelasnya.

“Aksi spontanitas itulah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya semacam gesekan diantara para santri. Sekali lagi saya tegaskan gesekan para santri dan tidak ada pengurus atau siapapun. Perlu diketahui peristiwa ini murni pyur dari santri ke santri,” lanjutnya.

Oleh karena itu, pengurus maupun santri menganggap bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa yang biasa saja dan tidak perlu dibesar-besarkan. Entah siapa yang memulainya tiba-tiba DM keluar dari pondok tanpa pamit ke yayasan dan tiba-tiba muncul laporan di Polsek Kalasan pada saat itu.

Pihak yayasan dalam hal ini sebagai mediator untuk memfasilitasi adanya perdamaian antara santri dengan santri, namun beberapa mediasi tersebut gagal lantara yayasan menganggap apa yang menjadi tuntutan korban untuk kompensasi terlalu besar nilainya.

Menurut keterangan kuasa hukum yayasan ponpes Ora Aji, korban meminta kompensasi sebesar 2 miliar kalau ingin berdamai. Jadi tidak mungkin santri yang mondok di Ora Aji ini menyiapkan dana sebanyak itu.

Oleh karenanya, Pondok atau yayasan sekali lagi memfasilitasi dengan cara tergerak secara moral dalam rangka untuk menanggung biaya pengobatan kalau itu memang benar ada pengobatan. 

“Untuk biaya, kami sudah menawarkan sebesar 20 juta rupiah. Tapi sekal lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berkali- kali gagal,” kata Adi.

“Karena memang peristiwa ini terjadi adanya sebab dan akibat, maka selain sebagai kuasa hukumnya yayasan, kami juga sebagai kuasa hukum dari seluruh santri yang dilaporkan itu. Kami juga telah resmi melaporkan saudara DM di Polresta Sleman, Ini Febri Ardiansyah sebagai pelaporannya yang kehilangan uang Rp. 700.000,- dilaporkan ke Polresta Sleman tanggal 10 Maret 2025 lalu yang sampai hari ini prosesnya sudah berjalan,” pungkasnya.

Dari laporan tersebut, DM (korban) secara resmi sudah dipanggil untuk pemeriksaan, namun dua kali pemanggilan, yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan Polresta Sleman.(AR).

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags:Gus MiftahJogja Istimewapenganiayaan santriPolresta SlemanPolsek KalasanSleman SembadaYayasan ponpes Ora Aji


Baca Juga