Sabtu, 27 Sep 2025
NasionalSejarah

Tradisi Upacara Bledheg dan Sosok Ki Ageng Selo

Oplus_131072

Yogyakarta (HR) – Menurut kisah kejawen, bledheg itu mempunyai sangkut paut dengan mitos antara Kiai Ageng Selo yang dianggap menaklukkan bledheg atau dapat menangkap petir. 

Dalam hubungan dengan peristiwa terjadinya petir atau bledheg, masyarakat tidak mengadakan upacara secara khusus, mereka hanya mengucapkan mantra-mantra. 

Untuk menanggapi bledheg ini masyarakat sering melakukan tindakan-tindakan tertentu yang merupakan naluri perbutan nenek moyangnya. Tindakan tersebut bertujuan agar mereka selamat, terhindar dari petir.

Waktu untuk membacakan mantra di rumah, tepatnya di depan pintu dan di luar rumah pada saat bledheg berbunyi. Orang yang sedang dalam perjalanan dapat mencari daun bledheg (daun jarak) dan diselipkan di tutup kepala, dipetik suket grinting, dimasukkan dalam saku.

Sosok Ki Ageng Selo

Dalam Babad Tanah Jawa menyebut Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya V. Ayahnya bernama Ki Ageng Getas Pandowo memiliki tujuh anak antara lain Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. 

Ki Ageng Selo lahir di Kota Gede, Yogyakarta. Ki Ageng Selo juga dikenal dengan nama Ki Ageng Ngabdurrahman. Ki Ageng Sela memiliki nama kecil Bagus Songgom. Ia hidup di masa Kesultanan Demak. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16. Dia lahir sekitar akhir abad-15 atau awal abad ke-16.

Ia hidup berprofesi sebagai petani yang gemar memperdalam ilmu agama dan tumbuh sebagai seorang yang religius. Di kemudian hari ia benar-benar menjadi orang yang berpengaruh. Desa tempatnya tinggal bernama desa Sela. Nama Sela berkaitan dengan keberadaan bukit/gunung berapi, dan merupakan sumber banyak garam dan api abadi yang terdapat dari wilayah Grobogan. Di desa tersebut juga Ki Ageng Sela meninggal dan dimakamkan.

Dia merupakan sosok guru bagi tiga serangkai Ki Pemanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Penjawi. Selain guru bagi ketiganya, Ki Ageng Selo juga guru bagi Mas Karebet alias Jaka Tingkir, alias Sultan Hadiwijaya, sosok pendiri Kesultanan Pajang. 

Berdasarkan buku Pandangan Hidup Kejawen dalam Serat Pepali Ki Ageng Selo (2004) Ki Ageng Selo merupakan moyangnya raja-raja Mataram, dapat dijelaskan bahwa cucu Ki Ageng Selo bernama Ki Ageng Pamanahan memiliki anak bernama Danang Sutawijaya. Kemudian bergelar Panembahan Senopati seperti diketahui adalah Raja Mataram yang sangat masyhur.

Lahirnya Kerajaan Mataram memang tidak dapat dipisahkan dari sosok Ki Ageng Pamanahan, cucu Ki Ageng Selo. Waktu itu dianggap berhasil oleh Sultan Hadiwijaya (penguasa Kerajaan Pajang) dalam mengalahkan Arya Penangsang melalui tangan anaknya Danang Sutawijaya.

Melalui kemenangan anaknya ini, Ki Ageng Pamanahann dianggap berhasil dan kemudian diganjar dengan tanah Mataram yang masih berupa hutan disebut alas Mentaok. Selama hidupnya, Ki Ageng Selo dikenal sebagai seorang petani sekaligus seorang wali yang cendekia.

Dia juga mumpuni di bidang karawitan, seni lukis, dan seni ukir. Dalam sebuah cerita, Ki Ageng Selo yang membuat pintu bledheg di Masjid Agung Demak, yang kini pintu aslinya masih dapat kita jumpai di Museum Masjid Agung Demak. (AR).

 

Tags:Dinas kebudayaan DIYKi Ageng SeloLegenda penangkap petirmuseum nasionalTradisi upacara bledeg

155|Share :

Baca Juga