Foto: Ilustrasi (AR), Minggu (10/08/2025).
Oleh: Muhammad Arifin
Harian Rakjat, Yogyakarta – Di balik hamparan sawah, perbukitan Menoreh, dan aliran sungai yang tenang, Kulon Progo menyimpan lapisan sejarah yang jarang disentuh. Wilayah ini bukan sekadar penyangga Yogyakarta, melainkan simpul penting dalam lintasan Mataram, baik di era Hindu-Buddha maupun Islam. Di sinilah sisa-sisa peradaban menjadi bisikan masa lalu, punden berundak di lereng bukit, prasasti batu, hingga masjid-masjid tua yang masih memegang teguh pakem tata ruang tradisional.
Mataram Hindu meninggalkan jejak pada pola pemukiman dan seni ukir batu. Relief di beberapa situs kecil di pedesaan Kulon Progo, meski tak sebesar Prambanan, menyiratkan pengaruh kosmologi Hindu. Di sisi lain, masuknya Islam melalui jalur perdagangan dan dakwah kultural mengubah wajah masyarakat tanpa memutuskan akarnya. Masjid Pathok Nagari di Giripeni, misalnya, tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga penanda wilayah pengaruh Kesultanan Yogyakarta.
Peralihan dari Mataram Hindu ke Mataram Islam bukanlah peristiwa tunggal, melainkan proses panjang. Perubahan itu menyentuh bahasa, kesenian, dan bahkan falsafah hidup. Gamelan, warisan seni suara yang kita kenal hari ini, adalah bukti nyata asimilasi tersebut. Nada-nadanya memadukan harmoni spiritual Hindu-Buddha dengan simbolisme Islam, menjadikannya media pengikat memori kolektif masyarakat.
Sayangnya, banyak situs sejarah di Kulon Progo kini terpinggirkan oleh laju modernisasi. Pembangunan sering kali memandang warisan budaya sebagai penghalang, bukan modal masa depan. Padahal, memahami jejak Mataram di wilayah ini bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan langkah penting menjaga identitas di tengah pusaran homogenisasi budaya.
Kulon Progo adalah ruang di mana masa lalu dan masa kini bertemu, di mana suara gamelan seharusnya tetap terdengar berdampingan dengan deru mesin.
Menghidupkan kembali kesadaran sejarah bukanlah tugas akademisi semata, tetapi tanggung jawab kita semua. Sebab, tanpa ingatan, kita hanyalah penumpang asing di tanah sendiri.
(AR).