Minggu, 5 Okt 2025
Pojok Opini

Karyawan Kontrak Apus-apus, Tirai Kebohongan Pabrik

Foto: Awang Raga Gumilar

Oleh: Awang Raga Gumilar , S.H.

Harian Rakjat, Yogyakarta – Sabtu (23/08/2025), Karyawan Kontrak dan Karyawan Tetap, sebuah perbedaan yang semu, apus-apus. Di atas kertas, negara sudah membuat undang-undang yang gagah, menuliskan aturan apa yang boleh dan tidak boleh dibebankan kepada karyawan kontrak. Namun apa artinya kata-kata yang gagah bila di lapangan justru berubah jadi kebohongan massal?

Undang-undang berkata, pekerja kontrak (PKWT) tidak boleh mengerjakan pekerjaan yang sifatnya permanen. Tetapi mari kita buka mata: mesin pabrik tidak pernah berhenti berputar, lini produksi tak pernah benar-benar tidur, dan buruh kontrak-lah yang setiap hari menghidupinya. Kalau ini bukan pengkhianatan terhadap hukum, lalu apa namanya?

Lebih parah lagi, pengusaha sering kali bersembunyi di balik dokumen bertajuk “kontrak kerja”. Dengan licik, mereka memperpanjang perjanjian dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, seakan-akan buruh hanyalah roda sekali pakai. Padahal, realitasnya jelas: mereka mengerjakan pekerjaan inti, yang sifatnya tetap, yang justru menjadi tulang punggung berdirinya pabrik.

Di sinilah tirai kebohongan itu terbentang. Kontrak hanya dijadikan tameng untuk menghindari kewajiban: tidak perlu membayar pesangon besar, tidak perlu menanggung beban jaminan sosial penuh, tidak perlu memberi kepastian kerja. Semuanya demi “efisiensi biaya”, sebuah istilah indah yang sejatinya berarti mengorbankan kesejahteraan manusia demi menumpuk keuntungan.

Pertanyaannya: sampai kapan praktik apus-apus ini dibiarkan? Apakah negara hanya ingin tampil gagah di atas kertas, namun buta terhadap kenyataan di lapangan? Atau justru negara ikut menikmati hasil dari sistem yang pincang ini?

Karyawan kontrak adalah manusia, bukan angka di neraca keuangan. Mereka punya keluarga, punya mimpi, punya masa depan yang layak dihormati. Memberi kepastian kerja bukanlah kemurahan hati, melainkan kewajiban moral sekaligus hukum.

Jika pabrik masih terus memelihara tirai kebohongan ini, maka jangan salahkan buruh bila pada akhirnya suara mereka pecah jadi jeritan di jalanan. Sebab keadilan yang dipasung hanya akan melahirkan perlawanan. 

(AR)

Tags:Advokasi buruhARGBuruh IndonesiaJogja IstimewaKaryawan kontrak apus-apusKSBSI

120|Share :

Baca Juga