Jumat, 26 Sep 2025
Pojok Opini

Ketika Rakyat Dipaksa Melawan Bangsanya Sendiri

Foto: Ilustrasi 

“Kulihat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati, air matanya berlinang, mas intannya terkenang.”

Harian Rakjat, Yogyakarta – Minggu (31/08/2025), Lirik lagu wajib nasional itu kini terasa lebih nyata dari sebelumnya. Ibu Pertiwi menangis, bukan oleh kolonialisme asing, melainkan oleh anak-anaknya sendiri yang saling dibenturkan. Di jalanan, rakyat menuntut haknya, mahasiswa turun membawa idealisme, namun yang menyambut justru tameng dan pentungan dari aparat yang seharusnya melindungi.

Demonstrasi yang marak akhir-akhir ini hanyalah puncak gunung es. Rakyat tak lagi sekadar mengeluh, mereka marah. Marah karena harga-harga melambung sementara upah tak kunjung layak. Marah karena kekayaan negeri digadai untuk kepentingan segelintir elit. Marah karena suara mereka dibungkam dan kritik dilabeli pengacau. Ironisnya, negara yang katanya merdeka justru memperlakukan rakyatnya seperti musuh.

Air mata Ibu Pertiwi adalah simbol dari kezaliman yang kian menganga. Hutan dikeruk, tambang dikuasai, tanah rakyat digusur, sementara pejabat berpesta pora di balik pagar kekuasaan. Aparat yang hidup dari keringat rakyat justru diperalat untuk memukul balik suara keadilan. Siapa sebenarnya yang mengacau? Rakyat yang menuntut hak, atau penguasa yang memperdagangkan bangsa?

Namun sejarah mengajarkan: setiap tangis rakyat selalu melahirkan perlawanan. Dari Malari, Reformasi 1998, hingga demonstrasi hari ini, air mata tak pernah berhenti berubah menjadi api. Api itu kini menyala di dada mahasiswa, buruh, petani, hingga rakyat kecil yang tak mau lagi dipermainkan. Mereka adalah putra-putri setia yang mencoba menghentikan tangis Ibu Pertiwi.

Dan bila penguasa tetap tuli, bila aparat terus membenturkan rakyat dengan bangsanya sendiri, jangan salahkan ketika badai itu datang. Air mata Ibu Pertiwi bisa berubah menjadi gelombang besar yang menggulung siapa saja yang berdiri di atas penderitaan rakyat.

(AR).

Tags:Berita JogjaIbu pertiwi menangisIndonesia berdukaIndonesia masih gelapJogja IstimewaRakyat dipaksa melawan bangsanya sendiri


Baca Juga