Foto: Hedi dan Evi dalam pernyataan nya sebagai korban dugaan kasus mafia tanah di Sleman
Sleman, Harian Rakjat — Kasus dugaan mafia tanah dan mafia hukum di Kabupaten Sleman kembali mencuat ke publik setelah pasangan suami istri Evi Fatimah dan Hedi Ludiman menyuarakan keluhannya secara terbuka melalui media sosial.
Keduanya mengaku menjadi korban persekongkolan sejak tahun 2012 dan hingga kini belum mendapatkan kejelasan hukum atas tanah yang mereka miliki. Dalam unggahan visual yang beredar, Evi dan Hedi menuntut agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum dalam kasus tanah yang menjerat mereka.
“Saya adalah rakyat kecil yang menjadi korban sekian tahun lamanya tanpa ada kejelasan,” ungkap Hedi Ludiman dalam pernyataannya, Minggu (05/10/2025).
Mereka juga menyerukan agar pihak-pihak terkait, mulai dari kepolisian, perbankan, hingga kejaksaan di Sleman, diperiksa secara transparan. Pasangan tersebut menilai ada indikasi kuat permainan dan persekongkolan dalam penanganan perkara yang mengakibatkan hak atas tanah mereka tak kunjung dikembalikan.
“Kembalikan tanahku yang kalian permainkan dengan cara persekongkolan,” ujar Evi Fatimah sambil menunjukkan dokumen kepemilikan tanah yang menjadi sumber sengketa.
Sementara itu, Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) menyatakan akan terus mengawal kasus yang dialami Evi Fatimah dan Hedi Ludiman. ARPI meminta agar aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara profesional tanpa pandang bulu.
“Aparat sebagai penegak hukum jangan tebang pilih. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, jangan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegas perwakilan ARPI dalam keterangan tertulisnya.
Kasus ini menyoroti persoalan klasik tentang ketimpangan akses hukum bagi rakyat kecil. Meski sudah lebih dari sepuluh tahun berlalu, upaya penyelesaian kasus ini disebut-sebut masih jalan di tempat.
Sejumlah kalangan masyarakat mendesak agar pemerintah dan aparat hukum di Sleman segera menindaklanjuti laporan tersebut secara profesional. Mereka berharap keadilan tidak hanya menjadi milik mereka yang berkuasa atau memiliki akses kekuatan modal. (AR)