Minggu, 5 Okt 2025
Nasional

Dani Eko Wiyono: Semua Pekerja Adalah Buruh Termasuk Presiden, DPR dan Pejabat Negara

 

Sleman -HR-Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menegaskan bahwa perjuangan membela pekerja tidak ditentukan oleh gelar akademis, melainkan oleh keberpihakan dan hati nurani. Hal itu disampaikan Ketua Korwil SBSI DIY, Dani Eko Wiyono, dalam bimbingan teknis pengurus SBSI se-DIY di Puri Mataram, Sabtu (23/8/2025).

Dani menambahkan, bahwa definisi buruh di Indonesia telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Menurut Pasal 1 Ayat 3, yang dimaksud dengan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Jadi siapapun yang bekerja dengan imbalan, pada hakikatnya adalah buruh,” ujarnya.

“Semua pekerja adalah buruh, selama mereka bekerja, mendapat perintah, dan menerima upah. Membela buruh bukan soal titel, tapi soal panggilan nurani,” tegas Dani.

Selain itu, Dani menekankan pentingnya perlindungan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Iuran Rp600 per hari,setara secangkir kopi,dapat menjadi tameng keluarga pekerja dari risiko kecelakaan maupun kematian.

“Kerja keras butuh perlindungan, karena cinta tak cukup hanya dengan peluh,” tambahnya.

“Buruh adalah denyut nadi bangsa. Membela buruh berarti menjaga kehidupan keluarga di belakang mereka,” tandas Dani.

Mewakili pemerintah daerah, Nova dari Disnakertrans DIY berharap SBSI mampu memperluas keanggotaan dengan melibatkan pekerja nyata.

“Kami akan terjun langsung ke masyarakat pekerja. Harapannya, SBSI semakin besar keanggotaannya karena anggotanya adalah pekerja riil yang butuh perlindungan. Mari kita membahu bersama, KSBSI harus besar,” ujar Nova.

Nova menegaskan, pentingnya sinergi antara pemerintah dan serikat buruh.

“Program perlindungan sosial harus benar-benar menyentuh pekerja. Dengan dukungan serikat buruh, Yogyakarta bisa menjadi contoh nasional,” ucapnya.

Dalam forum itu, hadir pula Prof. Ari Hernawan, akademisi hukum ketenagakerjaan, yang menyoroti regulasi outsourcing dan fleksibilitas pasar kerja. Ia mengingatkan bahwa sistem kerja kontrak dan outsourcing yang lahir pasca-krisis 1998 perlu dicermati ulang.

“Outsourcing pada awalnya dianggap solusi krisis, namun praktiknya kerap menimbulkan persoalan ketenagakerjaan. Hubungan kerja menjadi kabur, sering kali merugikan pekerja. Karena itu revisi undang-undang harus benar-benar menjamin kepastian hukum sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga ketenagakerjaan,” jelas Prof. Ari.

Pertemuan yang dihadiri jajaran DPC SBSI se-DIY, perwakilan dinas, akademisi, serta RAPI, organisasi masyarakat, acara ditutup dengan ajakan bersama, menjadikan gerakan buruh sebagai kekuatan nyata, bukan sekadar seremonial.(Raja)

Tags:BPJS ketenagakerjaanDisnaker DIYKSBSI DIY

120|Share :

Baca Juga