Yogyakarta (HR) – Ditengah perkembangan komunikasi digital yang begitu pesat, aksara Pegon, mulai terpinggirkan. Penggunaannya kini semakin terbatas, padahal ia memiliki peran penting dalam warisan budaya.
Melihat fakta tersebut, Sekda DIY, Beny Suharsono mengatakan, perlu upaya untuk menghidupkan kembali aksara Pegon. Hal ini sangat penting demi menjaga kelestarian budaya ini bagi generasi mendatang.
Beny yang membuka Festival Mlangi pada Rabu (07/05) di Lapangan Yayasan Nur Iman, Mlangi Sleman ini mengatakan, aksara Pegon diharapkan dapat hidup kembali.
Bertema “Menjawab Masa Depan Berbasis Literasi Tradisi”, festival ini tidak hanya sebagai objek kajian, tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Aksara Pegon adalah sistem penulisan yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menuliskan bahasa Jawa dengan menggunakan huruf Arab. Pegon sering digunakan dalam konteks keagamaan, terutama untuk menulis teks-teks Islam, seperti kitab-kitab agama, doa, atau ajaran pesantren.
“Aksara Pegon bukan hanya sebagai alat tulis, tetapi juga merupakan jembatan dalam penyebaran ajaran Keislaman di kalangan masyarakat Jawa, melalui karya-karya pesantren dan tradisi keagamaan,” ungkap Benny.
Beny menambahkan, Festival Mlangi bukan sekadar upaya pelestarian budaya, tetapi juga sebagai ruang untuk menciptakan makna baru dalam menghadapi tantangan zaman.
Pelestarian budaya aksara Pegon harus dilihat sebagai proses transformasi aktif, bukan sekadar konservasi yang statis. Ia berharap festival ini bisa menjadi jembatan untuk mengenalkan aksara kuno ini kepada generasi muda, melalui pendekatan yang edukatif dan kreatif.
Terpisah, dihubungi HarianRakjat.com, Paniradya Pati Keistimewaan DIY Aris Eko Nugroho menuturkan, bahwa kegiatan tersebut sebagai sarana aktivitas pengembangan kebudayaan.
“Ini merupakan aktivitas pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan, terutama obyek kebudayaan bahasa khususnya literasi. Jangan sampai hilang dari budaya masyarakat yogyakarta,” tuturnya.
Aris Juga berharap kegiatan ini bisa dilakukan secara rutin dengan pola penyempurnaan setelah dievaluasi. Syukur-syukur menjadi event wisata religi yang menarik di yogyakarta.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY, Kurniawan, mengatakan, acara ini lahir dari kepedulian bersama terhadap kekayaan aksara yang tumbuh di kehidupan yang akan datang.
“Aksara Pegon bukan hanya sebuah sistem tulisan, tetapi juga menjadi jembatan sejarah ilmu dan nilai-nilai keagamaan yang telah lama hidup di tengah masyarakat kami,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Nur Iman Mlangi, KH Tamyis Mukharom, mengatakan, Festival Mlangi adalah upaya untuk menjadikan Mlangi sebagai pusat kebudayaan yang dinamis, reflektif, dan mampu beradaptasi dengan zaman. Ia juga menekankan pentingnya mempertahankan tradisi dengan cara yang relevan di era perubahan sosial yang begitu pesat, melalui aktivitas seperti membaca, mengajarkan, dan menginterpretasi ulang nilai-nilai tersebut untuk generasi mendatang.
Festival Mlangi sendiri terselenggara atas kolaborasi lintas sektoral. Kolaborasi terjalin antara DPAD DIY dengan Yayasan Nur Iman Mlangi, yang terdiri dari berbagai pesantren di Mlangi, Takmir Masjid Pathok Negoro, dan elemen masyarakat setempat.
Festival Mlangi ini digelar dari tanggal 7-10 Mei. Festival ini terbuka untuk umum tanpa tiket masuk. Selama empat hari, festival ini menyajikan berbagai kegiatan menarik, mulai dari jajanan UMKM hingga perlombaan dan pentas seni yang menampilkan kreativitas masyarakat setempat. (AR).