Sleman(HR) – Menyikapi kenaikan pajak di Indonesia yang sangat berdampak pada nasib buruh dan pekerja, maka Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY akan menggelar aksi di Kota Yogyakarta yang rencananya akan dilaksanakan pada 31 Oktober 2024 mendatang, sesuai dengan slogannya, G31/OKT/SBSI.
Massa aksi rencananya akan berkumpul di Parkiran Abu Bakar Ali Yogyakarta kemudian menuju Gedung DPRD DIY dan Gedung Agung Kota Yogyakarta.
Dani Eko Wiyono selaku Koordinator Wilayah SBSI DIY, mengungkapkan bahwa aksi kali ini diberi nama Gerakan 31 Oktober SBSI (G31/Okt/SBSI). Gerakan tersebut akan menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain : Turunkan Pajak, Turunkan Bahan Bakar Minyak (BBM), Turunkan Harga Sembako, Batasi Barang Import, Naikkan Upah Buruh, Pendidikan Gratis, Kesehatan Gratis; dan Batalkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Tercatat sampai dengan September 2024, sekitar lebih dari 60.000 buruh di PHK, belum termasuk yang tidak tercatat dan usaha kecil.
“SBSI mengajukan kenaikan upah buruh sebesar 7% dengan mempertimbangkan inflasi 2025 sebesar 3,5 persen sampai dengan 5 persen. Meminta pemerintah untuk menurunkan pajak pengusaha dan biaya pajak lainnya. Pajak meningkat akan berpengaruh pada harga jual yang tinggi lalu berdampak daya beli rendah,” ungkap Dani, Senin (28/10/2024).
“Omzet perusahaan menurun sedangkan operational costing tetap dan bahkan meningkat. Maka untuk efisiensi dilakukan pengurangan buruh yang merupakan solusi bagi perusahaan. Kemudian dengan alasan omzet menurun maka pesangon dan hak-hak buruh diabaikan. Pemerintah diam dan tidak bergeming, pengangguran meningkat, ekonomi rakyat melemah dan daya beli rendah berujung pada deflasi semakin hancur,” lanjutnya.
Menurutnya, banyaknya toko online juga mempengaruhi penjualan yang terus menurun karena persaingan harga sangat tinggi, sehingga produksi terus berjalan namun tidak laku terjual lalu berdampak tidak bisa membayar upah buruh kemudian dipecat tanpa pesangon.
Melalui penurunan pajak pengusaha tersebut maka dana yang ada dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Kenaikan upah buruh tidak dapat dipaksakan diatas 7% karena kondisi saat ini banyak perusahaan yang sedang menurun usahanya. Oleh karena itu Ia menuntut kenaikan gaji yang layak sesuai dengan presentase kebutuhan hidup layak beserta penurunan harga sembako.
“Sebenarnya upah buruh tidak dinaikkan tidak menjadi masalah dengan catatan harga sembako dan lain-lain murah. Namun kondisi saat ini pajak dinaikkan apalagi tahun 2025 akan mengalami kenaikan 2%. Sementara pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terus berjalan memerlukan pembiayaan besar tetapi tidak dipikirkan dampak terhadap rakyatnya. Jika pajak di Indonesia mengalami kenaikan tidak menjadi masalah asalkan masyarakat sejahtera semua seperti yang diberlakukan negara lain,” ujarnya.
Berdasarkan kajiannya,Dani menyebut, kenaikan pajak dapat berdampak pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Transportasi tinggi, harga sembako meningkat,harga jual barang terlalu tinggi, daya beli masyarakat rendah, penjualan menurun, biaya operasional meningkat, devisit perusahaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana – mana.
” Pemerintah diam tak bergeming, daya beli masyarakat semakin rendah, sementara itu kebutuhan semakin bertambah. Dan akhirnya kesehatan pun dikesampingkan. Masyarakat terancam gizi buruk dan pada akhirnya kriminalitas semakin meningkat,” papar Dani.
“Selain itu penegakan hukum melemah dan kepercayaan masyarakatpun menurun yang mengakibatkan adanya pengadilan rakyat dan munculnya parlemen jalanan. Rakyatpun ambil langkah oposisi karena tak ada lagi yang diharapkan, dan akhirnya Revolusi adalah solusinya, tandasnya.(AR).