Minggu, 5 Okt 2025
NasionalPojok Opini

Janji Sultan Dikhianati: Rakyat Mataram Tergusur di Tanah Warisan

Foto: Ilustrasi: MA, Rabu (30/07/2025)

Oleh Muhammad Arifin

Harian Rakjat, Yogyakarta – Tanah Mataram dulu adalah panggung kejayaan. Di sinilah kerajaan besar tumbuh, budaya adiluhung mekar, dan semangat perlawanan terhadap penjajahan menyala. Tapi kini, kejayaan itu seperti tinggal narasi simbolik. Sebab rakyat Mataram yang dahulu bagian dari jantung kekuasaan, hari ini justru menjadi korban penggusuran, tersingkir dari tanahnya sendiri.

Ironi ini menyentuh titik paling perih ketika menyangkut tanah Sultan Ground (SG). Dalam amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 5 September 1945, beliau menyatakan dengan tegas bahwa:

“Tanah-tanah di wilayah Kesultanan, termasuk Sultan Ground dan tanah Kadipaten Pakualaman, akan digunakan dan dikelola demi kesejahteraan rakyat, sebagai bagian dari komitmen bergabungnya Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”

Namun dalam kenyataannya hari ini, tanah-tanah itu justru menjadi alat kekuasaan untuk mengusir rakyat. Di banyak wilayah, terutama di Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul, rakyat kecil yang puluhan tahun tinggal dan bercocok tanam, tiba-tiba dihadapkan pada alat berat, intimidasi, dan surat pengosongan.

Kasus terbaru terjadi di Pantai Sanglen, Gunungkidul. Pedagang-pedagang kecil yang selama bertahun-tahun mengais rezeki dari pengunjung pantai, harus menyaksikan warung mereka dirobohkan. Di tanah yang katanya demi pariwisata rakyat, justru rakyat sendirilah yang disingkirkan. Tanpa solusi jelas, tanpa ganti rugi, mereka dihadapkan pada papan bertuliskan “Sultan Ground” seakan tanah itu telah sepenuhnya lepas dari semangat kesejahteraan seperti yang diamanatkan HB IX.

“Wong cilik mung dadi tamu ing omahe dhewe.”

Apa gunanya keistimewaan jika rakyat Mataram justru terusir dari tanah warisan leluhurnya?”

Tanah yang dahulu dijanjikan untuk kemakmuran rakyat kini disulap jadi kawasan komersial, resor wisata, dan proyek-proyek yang jauh dari akses wong cilik. Rakyat tidak hanya tergusur secara fisik, tapi juga terpinggirkan dari ruang hidupnya secara sosial dan budaya.

Keistimewaan Yogyakarta seharusnya bukan hanya soal warisan simbolik, melainkan menyangkut keberpihakan nyata terhadap rakyat. Jika tanah-tanah SG justru menjadi alat menyingkirkan wong cilik, maka kita sedang mengingkari amanat luhur Sri Sultan HB IX sekaligus menodai makna sejati keistimewaan itu sendiri.

(AR).

Tags:Janji Sultan dikhianatiJogja IstimewaNgayogyakarta HadiningratPakualaman groundPantai SanglenSultan groundtamu di rumah sendiriterusir di tanah warisan

929|Share :

Baca Juga