Yogyakarta(HR) – Dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang digelontorkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk Kabupaten Sleman, mulai ada titik terang. Titik terang itu muncul detelah hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP terkait dugaan korupsi dana hibah pariwisata di Kabupaten Sleman sudah turun.
Kerugian negara dari perkara tersebut ditaksir sekitar Rp 10 miliar. Sekarang ini penyidik sedang memeriksa 2 orang saksi dari Kementerian Pariwisata. Sebelumnya, sudah diperiksa puluhan saksi baik dari Pokdarwis, Dinas Pariwisata dan perangkat desa. Dari sekian banyak saksi, terdapat 3 saksi kunci, dimana ketiga orang ini merupakan orang-orang terdekat “Raja Kecil” Sleman.
“Kemarin saya sudah dapat laporan dari Kajari Sleman, bahwa hasil penghitungan kerugian dari BPKP sudah turun. Ditaksir dugaan kerugian negara Rp 10 miliar,” ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DIY Ahelya Abustam SH MH, Senin (02/09/2024).
Lebih lanjut Ahelya menjelaskan, dari hasil pemeriksaan BPKP, masih ada yang perlu lengkapi. Jika nanti saksi-saksi sudah diperiksa, diharapkan nanti segera ada penetapan tersangka dalam kasus dana hibah pariwisata di Kabupaten Sleman.
“Mengingat perkara ini sudah cukup lama ditangani Kejari Sleman. Semoga nanti segera ada penetapan tersangka. Namun sebelum penetapan tersangka, bukti-bukti sudah lengkap,”jelasnya.
Kajati menegaskan pihaknya akan terus melakukan supervisi terhadap kasus dana hibah pariwisata di Kabupaten Sleman pada Tahun 2020 lalu. Pihaknya juga memastikan perkara akan terus berjalan.
“Kami akan terus melakukan supervisi. Perkara ini kami pastikan terus jalan,” pungkas Kajati.
Adapun kasus ini telah naik ke proses penyidikan pada April 2023 lalu. Padahal telah beredar surat pemanggilan saksi-saksi sejak September 2022.
Seperti diketahui, dugaan kasus korupsi ini terjadi pada distribusi dana hibah pariwisata dari Kemenparekraf kepada pelaku wisata di Sleman pada tahun anggaran 2020.
Hibah ini sebagai upaya bantuan kepada sejumlah pelaku wisata yang terdampak pandemi Covid-19, khususnya di sektor pariwisata. Hibah tersebut memiliki nilai pagu sebesar Rp 68,5 miliar. Dari nilai pagu itu, yang ditransfer dari Kemenparekraf ke Pemkab Sleman sebesar Rp 49,7 miliar.
Temuan adanya indikasi dugaan penyimpangan itu bermula dari laporan masyarakat yang menginformasikan bahwa pelaku pariwisata dan desa wisata tidak menerima dana hibah secara utuh.
Seperti diketahui, ketiga saksi ini tercatat sebagai koordinator yang menentukan penerimaan bantuan hibah. Meski bukan termasuk ASN, namun ketiganya ini memiliki kuasa dari penguasa Sleman untuk mengintervensi Dinas Pariwisata.
Diketahui, destinasi wisata dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang menerima dana hibah pariwisata jumlahnya lebih dari 100 kelompok. Setiap kelompok, nilai bantuan hibah pariwisata bervariasi mulai dari Rp 55 juta hingga Rp 125 juta.
Modus operandinya adalah pasca dana hibah dicairkan, diduga ada oknum yang dengan sengaja mendatangi kelompok wisata untuk meminta jatah fee. Bahkan, diduga sang oknum tersebut menyebut nominal persentasi dari total hibah yang diterima kelompok tersebut. Sang oknum mengaku diutus oleh oknum pejabat berpengaruh di lingkungan Pemkab Sleman. Alasannya, karena ikut membantu mendapatkan dana hibah tersebut.
Modus lain, kelompok wisata secara tiba-tiba mendapatkan kiriman gazebo. Gazebo dibeli dari pengusaha asal Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Diketahui, Kabupaten Jepara merupakan tanah kelahiran Bupati Sleman yang saat ini menjabat, Kustini Sri Purnomo.
Tak cukup disitu, dana dugaan korupsi hibah pariwisata ini juga diduga mengalir ke salah satu saksi calon legislatif (caleg) dari PAN. Sedangkan Kustini diketahui juga merupakan kader PAN dan dua orang terdekatnya juga merupakan anggota legislatif dari PAN.
Kasus ini dinilai terlalu lamban dalam penanganannya meski sudah terang benderang. Kejaksaan pun mulai disorot atas kelambanan ini. Dan mengingat kerugiannya mencapai miliaran rupiah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan turun tangan apabila yang dijadikan tersangka hanya sekelas kroco meski ada dugaan para pejabat di Pemkab Sleman maupun dari keluarga Bupati Sleman terlibat.(*)