Kamis, 23 Okt 2025
Pojok Opini

Demokrasi yang Dibungkam: Ketika Suara Rakyat Hanya Jadi Gema Kosong

Oplus_131072

Foto: Ilustrasi (AR/HarianRakjat)

 

Oleh Muhammad Arifin

Harian Rakjat, Klaten – Senin (13/10/2025), Demokrasi, katanya, adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tapi di negeri ini, siapa sebenarnya yang masih percaya bahwa rakyat punya suara?

Kita diajarkan untuk percaya pada slogan manis: “suara rakyat adalah suara Tuhan.” Namun dalam kenyataan, suara itu justru sering dianggap dosa ketika berbeda dengan penguasa. Kritik dianggap ancaman, perbedaan pandangan dicap makar, dan keberanian bersuara dibungkam dengan berbagai cara yang kian halus, bahkan berbalut jargon “stabilitas nasional”.

Apakah ini demokrasi? Atau sekadar ilusi yang dikemas rapi dalam pesta lima tahunan bernama pemilu? Saat kotak suara telah disegel dan janji-janji kampanye terkubur, rakyat kembali menjadi angka statistik, tanpa daya, tanpa ruang bicara.

Padahal demokrasi lahir dari nurani rakyat. Ia tumbuh dari keberanian menyuarakan kebenaran, dari kegelisahan yang jujur, bukan dari kemewahan istana atau ruang-ruang rapat yang ber-AC. Demokrasi hidup karena rakyat masih berani bersuara, bukan karena penguasa pandai berpidato.

Sayangnya, keberanian rakyat kini sering ditukar dengan ketakutan. Di banyak tempat, rakyat diintimidasi dengan aturan, dikendalikan dengan bantuan, atau dibungkam dengan pencitraan. Mereka yang bersuara dikriminalisasi, yang diam diberi tepuk tangan.

Demokrasi tanpa keberanian rakyat hanyalah pertunjukan kosong. Ia tampak megah di televisi, tapi rapuh di lapangan.

Dan ketika suara rakyat terus-menerus diabaikan, bukan tidak mungkin demokrasi akan mati perlahan, bukan oleh kudeta bersenjata, tapi oleh keserakahan dan kepura-puraan.

Demokrasi adalah milik rakyat, bukan milik partai, bukan milik pejabat, bukan milik pemodal. Dengarkanlah suara rakyat, sebelum semuanya terlambat.

Sebab sekali rakyat kehilangan kepercayaannya, tak ada kekuasaan yang cukup kuat untuk membungkam amarah yang lahir dari ketidakadilan. (AR/HarianRakjat)

Tags:Berita JogjaDemokrasiKlaten bersinarsuara Rakjat hanya gema kosongSuararakyatsuarTuhan

278|Share :

Baca Juga