Minggu, 5 Okt 2025
Pojok Opini

Ego dan Solidaritas: Fenomena Wartawan Merasa “Lebih Pintar”

Foto: Ilustrasi 

 

Oleh: Muhammad Arifin

 

Harian Rakjat, Klaten – Dunia kewartawanan adalah ruang yang mestinya berdiri di atas integritas, kerja sama, dan semangat berbagi informasi demi kepentingan publik. Namun, di balik dinamika itu, kita sering menjumpai fenomena yang cukup menggelitik: wartawan yang merasa dirinya lebih pintar, lebih tahu, bahkan lebih eksklusif dibanding rekan seprofesinya.

Fenomena ini bukan sekadar gurauan atau seloroh di antara meja liputan. Ia nyata hadir dalam percakapan, sikap, bahkan dalam cara seorang wartawan memandang profesinya. Ada yang merasa liputannya paling eksklusif, tulisannya paling tajam, atau relasinya paling luas. Sesungguhnya, percaya diri terhadap karya bukanlah masalah. Yang menjadi persoalan adalah ketika rasa percaya diri itu bergeser menjadi kesombongan yang menyepelekan kerja orang lain.

Profesi wartawan sejatinya bukan ajang pamer intelektual atau adu gengsi personal. Jurnalisme bukan arena kompetisi ego, melainkan ruang kolektif untuk menghadirkan informasi yang akurat dan bermakna bagi publik. Ironisnya, ketika sebagian wartawan sibuk membandingkan diri dengan sesama, mereka justru abai pada misi utama: melayani masyarakat dengan berita yang jernih dan bertanggung jawab.

Fenomena merasa “lebih pintar” ini juga memperlihatkan sisi rapuh dari dunia kewartawanan. Wartawan kerap terjebak dalam klaim eksklusivitas, padahal informasi sejatinya milik publik, bukan hak prerogatif individu. Semangat berbagi dan saling menguatkan justru lebih relevan di era banjir informasi saat ini.

Solidaritas di kalangan wartawan seharusnya menjadi fondasi yang kokoh. Ketika satu sama lain saling mendukung, ruang kerja jurnalistik akan lebih sehat. Namun, bila yang tumbuh adalah sekat ego dan gengsi personal, profesi ini justru terancam menjadi arena fragmentasi. Pada titik itulah, publik yang mestinya diuntungkan justru dirugikan.

Maka, yang dibutuhkan adalah kesadaran kolektif: wartawan bukan bintang tunggal di panggung berita, melainkan bagian dari orkestrasi besar yang menyuarakan kepentingan rakyat. Integritas dan kerendahan hati jauh lebih berharga dibanding sekadar klaim “lebih pintar” atau “lebih eksklusif”. Sebab, pada akhirnya, sejarah jurnalisme tidak pernah menuliskan siapa yang paling hebat secara personal, tetapi siapa yang paling konsisten menjaga nurani publik. (AR)

Tags:Ego wartawan lebih pintarJurnalis independen Indonesia

296|Share :

Baca Juga