Foto: Ilustrasi
Harian Rakjat, Yogyakarta – Kamis (28/08/2025), Indonesia hari ini bukan lagi sekadar negeri yang sedang sakit—tapi negeri yang sedang dirampok secara terang-terangan oleh para penguasa dan kroninya. Negeri ini kaya, tapi rakyatnya miskin. Negeri ini subur, tapi penghuninya lapar. Bumi Pertiwi menjerit, sementara pejabat dan elite politik sibuk menutup telinga sambil menimbun kekayaan hasil keringat rakyat.
Korupsi bukan sekadar penyakit, tapi sudah jadi budaya kotor yang dilindungi sistem. Mereka yang mestinya jadi pelayan rakyat malah jadi perampok berjubah pejabat. Anggaran yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dirampok tanpa rasa malu. Rakyat terus dituntut berhemat, sementara pejabatnya pesta pora di atas penderitaan bangsa.
Ketimpangan ekonomi ibarat jurang yang kian menganga. Segelintir orang menguasai kekayaan negara, sisanya dibiarkan merangkak dalam kemiskinan. Rakyat kecil harus bekerja keras siang malam hanya untuk sesuap nasi, sementara pejabat dengan santainya menghabiskan miliaran rupiah untuk fasilitas mewah. Ini bukan sekadar ketidakadilan—ini penghinaan terang-terangan terhadap rakyat!
Pendidikan pun dipermainkan. Anak-anak di pelosok masih belajar di sekolah reyot, tanpa guru yang layak, tanpa fasilitas memadai. Ironinya, para pejabat sibuk mengirim anak-anak mereka sekolah ke luar negeri dengan uang rakyat. Bagaimana mungkin Indonesia bisa maju kalau pendidikan diperlakukan seperti barang murahan untuk rakyat jelata, sementara yang kaya makin dimanjakan?
Alam pun terus dikeruk tanpa belas kasihan. Gunung-gunung digunduli, hutan dibabat habis, laut dijarah, semua atas nama investasi dan pembangunan. Tapi pembangunan untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk kantong segelintir oligarki? Bencana banjir, longsor, dan krisis iklim bukan musibah alam semata—tapi buah dari kerakusan yang dibiarkan oleh negara.
Dan hukum? Jangan lagi bicara soal keadilan jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rakyat miskin mencuri untuk bertahan hidup dipenjara bertahun-tahun, sementara koruptor kelas kakap yang merampok miliaran bisa tersenyum keluar penjara dalam waktu singkat. Inikah wajah keadilan di negeri ini?
Indonesia tidak butuh lagi pidato kosong, baliho pencitraan, atau janji politik murahan. Yang dibutuhkan bangsa ini adalah keberanian rakyat untuk melawan sistem busuk yang menghisap darah mereka. Diam berarti membiarkan negeri ini hancur. Diam berarti mengkhianati anak cucu kita.
Kita harus berani marah. Kita harus berani bersuara. Kita harus berani melawan. Karena perubahan tidak akan datang dari mereka yang sedang berkuasa, tapi dari rakyat yang sudah muak dengan kebohongan dan penindasan.
Indonesia adalah milik rakyat, bukan milik para koruptor, bukan milik oligarki, dan bukan milik politisi rakus. Sudah saatnya kita rebut kembali negeri ini.
(AR).