Foto: Ilustrasi, Yogyakarta, Selasa (19/08/2025)
Oleh: Muhammad Arifin
Harian Rakjat, Yogyakarta – Inilah potret ironi negeri. Di satu sisi, rakyat di pelosok masih harus menahan lapar. Ada ayah yang dengan berat hati berkata kepada anaknya, “Sabar ya nak, belum ada makanan, Papa masih berusaha.” Air mata rakyat menetes bukan karena bahagia, tapi karena perut kosong, biaya sekolah tak terjangkau, dan hidup kian hari makin sulit ditekan pajak.
Sementara itu, di gedung megah yang disebut DPR, rumah rakyat katanya, para pejabat justru sibuk berjoget, tertawa, dan bertepuk tangan seolah negeri ini panggung hiburan. Mereka lupa, bahwa kursi yang mereka duduki, jas yang mereka kenakan, dan gaji besar yang mereka nikmati, semua berasal dari keringat rakyat kecil yang hari ini menjerit.
Atas nama anak bangsa, miris saya melihat polah kalian. Bayangkan di pelosok-pelosok desa, di sudut-sudut kota, buka mata hati kalian! Lihat rakyat kalian sendiri: masih banyak yang melarat, masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, masih banyak anak-anak negeri ini yang harus berjuang hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Satu butir beras saja begitu berharga buat mereka.
Tapi apa yang kalian lakukan? Kalian tidak bisa mewakili derita mereka. Yang kalian tuntut hanya gaji yang lebih tinggi. Kerja kalian nol, kosong, nihil! Hanya sebatas pencitraan di layar kaca televisi nasional.
Apakah ini wajah wakil rakyat?Apakah ini rupa penguasa negeri yang katanya mengabdi untuk bangsa? Atau jangan-jangan, kalian hanyalah sekelompok penari istana yang sibuk berpesta di atas penderitaan rakyat?
Kalian dipilih untuk melayani rakyat, bukan menindas dengan pajak, bukan menumpuk kekayaan pribadi.Kalian digaji dari keringat rakyat, bukan untuk dijadikan bahan tertawaan dan jogetan murahan.
Jika seperti ini wajah pejabat negeri, apa bedanya kalian dengan perampok berdasi yang menguras harta rakyat atas nama aturan?
Bangsa ini tidak butuh badut politik, bangsa ini butuh pemimpin sejati.
Dan selama pejabat hanya bisa berpesta di gedung megah, sementara rakyat lapar di gubuk reot, percayalah: sejarah akan mencatat, kalian bukan pahlawan bangsa, melainkan pengkhianat rakyat.
(AR)