Sabtu, 27 Sep 2025
Pojok Opini

Liga Korupsi Indonesia: Musim Paling Brutal Para Penjarah Uang Negara

Foto: ilustrasi liga korupsi Indonesia (AR)

Oleh: Muhammad Arifin 

Harian Rakjat, Klaten – Setiap negara punya kompetisi elit. Ada Liga Primer Inggris di sepak bola, ada Wall Street di ekonomi. Tapi di Indonesia, kita punya satu liga yang tak pernah sepi peminat: Liga Korupsi Indonesia.

Kompetisi ini tidak digelar di stadion, tapi di ruang rapat BUMN, kementerian, hingga lobi kekuasaan. Tak ada seleksi ketat, yang penting punya kuasa, celah regulasi, dan mental serigala. Tidak ada wasit netral. Dan yang paling menyedihkan: tak ada degradasi moral.

Musim 2025 ini adalah musim paling brutal sepanjang sejarah. Papan klasemen dipimpin oleh PT Pertamina FC dan PT Timah United dengan dugaan kerugian negara masing-masing Rp 271 triliun. Dua tim raksasa ini bukan sekadar juara bertahan, tapi simbol betapa korupsi sudah menyatu dalam struktur industri energi dan tambang kita.

Di posisi ketiga, masih kuat BLBI All-Stars, legenda lama yang tak kunjung tuntas. Menyusul di bawahnya Duta Palma Agro United dengan Rp 78 triliun, dan Asabri Warriors yang menggelapkan dana prajurit sebesar Rp 22 triliun. Apakah kita sedang hidup di negeri normal, ketika uang pensiunan bisa dicuri berjamaah tanpa ampun?

Di lini tengah ada Jiwasraya FC, Garuda Indonesia, BTS Kominfo, hingga PT TPII dan Sawit CPO FC. Semua bermain rapi dalam sunyi, jauh dari sorotan harian. Tapi nominal kerugiannya tetap triliunan rupiah, cukup untuk membangun ribuan sekolah, rumah sakit, bahkan ibu kota baru (tanpa utang).

Sayangnya, semua ini bukan fiksi. Ini bukan satire belaka. Ini adalah realita yang dengan bangga dikemas negara dalam format “penegakan hukum”, sambil di sisi lain memberi panggung politik pada mereka yang terlibat. Bahkan, sebagian pelaku masih duduk di kursi strategis, menyusun regulasi, berbicara soal moral, dan mencitrakan diri di depan publik.

Yang ditinggalkan? Kita. Rakyat.

Menonton dari layar kecil, mencuit dari balik kata-kata pedas, sambil menanggung dampak langsung: harga mahal, pelayanan buruk, dan kepercayaan yang makin hancur terhadap institusi.

Jika ini terus dibiarkan, maka Liga Korupsi Indonesia akan jadi liga permanen. Disponsori negara, disiarkan media, dan didiamkan oleh rakyat yang mulai apatis.

Tapi belum terlambat untuk membalik klasemen. Suara kita masih bisa jadi peluit. Tulisan kita bisa jadi kartu merah. Dan gerakan kita bisa jadi sorak sorai yang mengubah arah pertandingan.

Karena republik ini bukan milik penjarah. Tapi milik mereka yang masih percaya bahwa keadilan bisa, dan harus diperjuangkan.

(AR).

Tags:Indonesia darurat KorupsiIndonesia GelapJogja IstimewaKPKLiga Korupsi Indonesia


Baca Juga