Gambar ilustrasi
Artikel Opini Oleh: Muhammad Arifin
06 Juli 2025
Harian Rakjat, Kulonprogo – Di tengah kawasan Kalurahan Krembangan, Kapanewon Panjatan, tersembunyi sebuah destinasi religi bersejarah yang menyimpan jejak peradaban Mataram Islam: Makam Krapyak. Lebih dari sekadar kompleks pemakaman, tempat ini menjadi titik spiritual dan budaya yang menyatukan ziarah, sejarah, dan kearifan lokal.
Makam Krapyak diyakini sebagai salah satu makam keramat yang berkaitan dengan cikal-bakal kerajaan Mataram. Kompleks ini menjadi tempat peristirahatan terakhir tokoh-tokoh penting yang berperan dalam penyebaran Islam di wilayah Kulonprogo dan sekitarnya. Salah satunya adalah tokoh yang sering disebut sebagai Ki Ageng Krapyak, yang namanya kini diabadikan sebagai identitas kawasan tersebut.
Keunikan Makam Krapyak tak hanya terletak pada nilai sejarahnya, tetapi juga pada atmosfer religius yang kental. Setiap malam Jumat Kliwon atau dalam bulan-bulan tertentu seperti Maulud dan Suro, ribuan peziarah datang dari berbagai penjuru untuk berdoa, mencari ketenangan batin, atau ngalap berkah. Kegiatan ini menciptakan denyut ekonomi lokal lewat kuliner tradisional, kerajinan tangan, hingga jasa pemandu ziarah.
Arsitektur kompleks makam juga menarik perhatian. Dengan bangunan joglo tua, ukiran khas Jawa, serta pohon-pohon besar yang menaungi area pemakaman, suasana spiritual dan magis begitu terasa. Pemerintah setempat dan masyarakat telah bergotong royong menjaga kebersihan dan kenyamanan area tersebut, termasuk menyediakan fasilitas umum seperti toilet, area parkir, dan warung rakyat.
Tak jarang, kunjungan ke Makam Krapyak menjadi rangkaian dari wisata religi lain di Kulonprogo, seperti ziarah ke Sendang Beji, Masjid Kuno Wates, hingga Puncak Suroloyo di Pegunungan Menoreh. Perpaduan antara alam, budaya, dan spiritualitas menjadikan wilayah ini destinasi yang cocok bagi wisatawan yang mencari pengalaman berbeda dan bermakna.
Makam Krapyak bukan hanya tempat untuk mengenang leluhur, tapi juga ruang untuk merefleksi jati diri, mengenali sejarah, dan menghargai warisan budaya. Di tengah gempuran modernitas, wisata religi seperti ini tetap hidup dan menjadi bukti bahwa tradisi bisa berjalan seiring kemajuan.