Foto: www Dewitinalah.com
Oleh Redaksi Harian Rakjat
Jika ingin melihat bagaimana pariwisata mampu menggerakkan roda ekonomi dari bawah, maka Kulon Progo adalah laboratorium nyatanya. Kabupaten di barat Yogyakarta ini perlahan tapi pasti menjelma menjadi pusat pertumbuhan wisata berbasis desa. Bukan lewat megaproyek, melainkan dari kearifan lokal, alam yang terjaga, dan semangat gotong royong masyarakat.
Lihat saja Desa Wisata Tinalah di Samigaluh. Dulu, kawasan ini hanyalah kampung biasa di perbukitan Menoreh. Kini, Tinalah tampil sebagai contoh desa wisata digital yang mendunia. Bukan sekadar spot foto, tapi tempat belajar sejarah perjuangan Diponegoro, tempat anak-anak kampung bisa memandu wisatawan dari Eropa, dan tempat komunitas tumbuh melalui river tubing, camping, hingga edukasi lingkungan.
Sementara di Desa Nglinggo, pengunjung bisa menyusuri kebun teh sambil merasakan hembusan kabut pagi di lereng gunung. Aktivitas sederhana seperti memetik teh atau berkeliling dengan jeep menjadi daya tarik luar biasa. Desa ini bukan hanya menyuguhkan keindahan, tapi juga menjaga tradisi dan memberi penghidupan layak bagi warganya.
Di sisi barat, Desa Kalibiru dan Desa Sermo memperlihatkan wajah wisata yang inklusif. Kalibiru sempat viral karena spot selfie-nya, tapi kini bertransformasi menjadi kawasan konservasi. Sedangkan Sermo menawarkan wisata danau yang tenang dengan potensi kuliner ikan dan sunset yang menenangkan jiwa.
Dan jangan lupakan Desa Purwosari, negeri air terjun yang menjadi oase tersembunyi. Kedung Pedut dan Kembang Soka tak hanya menyajikan keindahan air, tapi juga menggerakkan ekonomi warga melalui parkir, kuliner, hingga souvenir lokal.
Apa yang terjadi di Kulon Progo membuktikan: desa bukanlah obyek pembangunan, tetapi pelaku utama pembangunan itu sendiri. Pariwisata tak perlu serba mewah. Yang dibutuhkan adalah keaslian, keterlibatan warga, dan keberlanjutan.
Pemerintah hanya perlu hadir sebagai fasilitator. Biarkan warga menjadi pelaku utama. Biarkan desa bersuara dan menunjukkan jati dirinya.
Karena membangun Kulon Progo tidak harus dari pusat kota. Kadang, kemajuan itu justru dimulai dari jalan setapak yang membawa kita ke sebuah gardu pandang di Kalibiru, atau ke tenda kecil di pinggiran Sungai Tinalah.