Sleman(HR) – Beberapa waktu yang lalu Calon Wakil Bupati Sleman nomor urut 1 diduga telah melakukan pelanggaran dalam kampanye pilkada Sleman 2024. Ia diduga membagikan sejumlah uang kepada warga saat melakukan kampanye di Dusun Tumut, Kapanewon Moyudan, Minggu (13/10/2024).
Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sleman (Bawaslu Sleman) juga sudah memanggil Calon Wakil Bupati (Cawabup) Sleman pasangan calon nomor urut 1 pada Pilkada 2024, Sukamto untuk memberikan keterangan terkait adanya dugaan money politics di Kantor Bawaslu Kabupaten Sleman, Selasa (22/10/2024).
Terpisah, Koordinator divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Bayu Maedinta Kurniawan saat dikonfirmasi HarianRakjat.com menjelaskan, terkait berapa lama batas tahapan proses penyelesaiannya dalam dugaan kasus money politics tersebut.
“Terkait dengan mekanisme penanganan pelanggaran dugaan pidana tersebut, pasca dilakukan registrasi oleh Bawaslu Sleman, dilakukan pembahasan dan klarifikasi bersama Gakkumdu selama 3+2 hari untuk menentukan kasus tersebut lanjut proses penyidikan atau tidak. Selanjutnya pihak Kepolisian dapat mengoptimalkan 2×7 hari waktu penyidikan untuk selanjutnya diteruskan ke penuntutan,” jelas Bayu kepada HarianRakjat.com, Rabu (23/10/2024).
Lebih lanjut Bayu menuturkan, dasar hukum dugaan pelanggaran ini disangkakan pasal 73 ayat 1 yang menyebutkan: Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih. Pasal ini bs dilekatkan dengan sanksi di pasal pidana 187A ayat 1.
Di Pasal 187A disebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Mengenai gugur atau tidaknya Calon tersebut, Bayu mengatakan itu tergantung dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Terkait gugur atau tidaknya tergantung dari KPU. Karena terkait diskualifikasi yang termaktub pada UU pemilihan melekat pada pelanggaran administrasi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Namun, seharusnya jika ada putusan Inkrah dari pengadilan, bisa dijadikan dasar bagi KPU untuk mendiskualifikasi Paslon karena pada syarat calon pada pasal 7 huruf g disebutkan, tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan,” ujarnya.
“Terkait regulasi, Di pasal 164 ayat 8 UU Pemilihan dijelaskan: dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota,” pungkasnya.(AR)